Kebahagiaan akan terasa lengkap ketika semua anggota keluarga yg utuh datang pada Hari yang cukup bersejarah bagi saya dan keluarga saya. tepatnya pada hari dimana kelulusan saya diresmikan oleh universitas alias wisuda!!!!,, Tapi kali ini Wisuda yang akan terlaksana nanti tidak akan seperti yang diharapkan sebelumnya seperti awal masukku dulu diuniversitas alasannya hanya satu yaitu KEADAAN yang BERUBAH
Mungkin bagi banyak orang wisuda adalah sesuatu yang 'wah' dan tidak boleh terlewatkan. Tapi bagi saya wisuda tak lebih hanya sebuah prosesi gegap gempita dimana makna lain dari wisuda adalah bahwa kita harus bisa mempertanggungjawabkan gelar yang telah kita dapat. Bagi sebagian orang wisuda tentunya adalah sesuatu yang membanggakan, hal ini mungkin ditunjukkan dengan berbagai macam persiapan yang dilakukan, mulai dari pakaian , sepatu, make up, salon, sampai pendamping wisuda. Ya, meskipun saya juga melakukan persiapan yang mungkin sama, tapi entah kenapa di hati ,wisuda bukan sesuatu yang spesial dan harus dirayakan sebegitu mewahnya atau dipersiapkan sebegitu matangnya. Karena bagi saya dengan wisuda dan secara resmi didapatkannya gelar sarjana HUKUM , adalah suatu beban yang sangat berat untuk saya, Beban mempertanggungjawabkan gelar, karena di masyarakat Indonesia umumnya, seorang sarjana dituntut 'lebih' dalam hal ilmu dan materi.
Ya mungkin memang seharusnya seperti itu. Bahwa ketika gelar sarjana telah dipegang tuntutan untuk berbakti kepada orang tua dan hidup mandiri serta berpenghasilan sendiri rasanya menjadi suatu kewajiban yang harus dijalankan. Dan akan hal itu, saya punya ketakutan tersendiri. Apalagi jalan yang saya tempuh sangat berbeda dari teman" saya kebanyakan. Saya yang memilih tidak meneruskan profesi dan memilih untuk mencari kerja memang bukan hal mudah untuk dijalankan. Ketakutan saya akan menjadi pengangguran dan seorang sarjana yang tidak berguna, ditambah dengan pandangan negatif orang" terhadap sarjana yang menganggur terus terang membayangi masa depan saya.
Karena saya sadari, untuk mendapatkan pekerjaan bagi seorang sarjana HUKUM itu sangat tidak mudah. Selain itu ditambah dengan banyaknya jumlah pencari kerja tiap tahunnya belum lagi ditambah jumlah pengangguran yang semakin meningkat.
Keresahan dan ketakutan saya ini muncul sejak lama, bahkan sebelum saya yudisium. Apalagi dulu ketika ditambah untuk memutuskan pilihan akan melanjutkan profesi atau tidak. Ya ALLAH.. sesungguhnya hamba berlindung dari segala keburukan dan ketakutan ini...
Banyak hal yang ingin saya capai dan saya lakukan ketika nanti saya sudah mendapat kerja. Saya ingin menyerahkan gaji pertama saya kepada orang tua, menabung untuk beli hp, dan menabung untuk modal usaha. Saya sangat berharap bisa punya penghasilan sendiri, dan saya tahu semua itu butuh proses. Kadang ada perasaan miris dan sedih menjawab pertanyaan 'sudah kerja belum?', 'sibuk apa sekarang?', dan mendengar teman yang lain sudah mendapat pekerjaan. Rasanya menjadi pengangguran bukan kondisi yang sehat untuk saya,Saya harus banyak berdoa dan berusaha, meyakinkan dan menguatkan hati bahwa semuanya akan baik" saja. Semoga...Terlebih lagi dengan kondisi saat ini ketika tumpuan harapan sudah mulai lenyap dilahap TAKDIR,,ketika impian yang terlewatkan begitu saja,,ketika kemudahan menjadi kesulitan ,,itu semua terjadi sepeninggalnya ya Almarhum Tetta..tapi terlepas dari itu semua krikil krikil hidup yang kulalui saat ini adalah cara TUHAN mendewasakanKU.amin